Pernahkah kamu merasa terhanyut dalam nostalgia saat menonton adegan permainan tradisional dalam drama atau film Korea? Ternyata, banyak permainan klasik dari negeri ginseng itu memiliki kemiripan menarik dengan permainan tradisional Indonesia yang sering kita mainkan saat kecil. Tidak hanya seru, permainan-permainan ini juga sarat dengan nilai-nilai kebersamaan, ketangkasan, dan strategi yang bisa melatih berbagai keterampilan.
Dari permainan yang mengandalkan refleks cepat hingga yang membutuhkan kerja sama tim, budaya bermain anak-anak Korea Selatan memiliki kesamaan yang mengagumkan dengan budaya kita. Bahkan, beberapa di antaranya bisa dengan mudah dimainkan di lingkungan sekitar kita—hanya dengan sedikit kreativitas dan alat sederhana. Yuk, kita eksplorasi lima permainan tradisional Korea yang bakal bikin kamu merinding karena kenangan masa kecil!
Mugunghwa Kocchi Pieosseumnida, yang secara harfiah berarti “Bunga Hibiscus telah mekar,” adalah permainan yang sangat populer di kalangan anak-anak Korea. Satu orang akan berperan sebagai penjaga yang berdiri membelakangi pemain lainnya. Saat penjaga berteriak kalimat ikonik tersebut dan berbalik, semua pemain harus berdiri diam seperti patung. Siapa pun yang masih bergerak atau tertawa akan langsung keluar dari permainan.
Permainan ini tidak hanya menguji fokus dan refleks, tetapi juga melatih kesabaran dan kontrol diri. Semakin banyak pemain yang ikut, semakin seru dan menantang karena penjaga harus lebih waspada dalam mengamati gerakan-gerakan kecil. Mirip sekali dengan “Patung-patungan” atau “Asyik” di Indonesia, bukan? Kamu bisa memainkannya di halaman rumah, lapangan, atau bahkan di dalam ruangan asalkan ada cukup space untuk bergerak. Yang pasti, tawa dan jeritan kecil pasti akan menghiasi suasana!
Gonggi adalah permainan tradisional Korea yang menggunakan lima batu kecil atau bola plastik berukuran mini. Cara memainkannya mirip dengan “Bola Bekel” yang sering dimainkan anak-anak Indonesia. Pemain harus melempar satu bola ke udara, kemudian dengan cepat mengambil batu atau bola lain yang ada di tanah sebelum menangkap kembali bola yang dilempar. Semakin tinggi levelnya, semakin kompleks gerakan yang harus dilakukan—misalnya mengambil dua batu sekaligus atau melempar bola lebih tinggi.
Permainan ini sangat efektif untuk melatih koordinasi mata-tangan, konsentrasi, dan ketangkasan. Kamu bisa memainkannya sendiri untuk melatih keterampilan pribadi atau mengajak teman untuk berlomba siapa yang bisa mencapai level tertinggi tanpa gagal. Yang menarik, Gonggi sering dimainkan saat istirahat sekolah atau di acara-acara keluarga, karena alatnya yang sederhana dan mudah dibawa ke mana-mana. Jika kamu kesulitan menemukan batu kecil, bola plastik atau kelereng bisa menjadi alternatif yang praktis!
Jegichagi adalah permainan tradisional Korea yang biasanya dimainkan selama musim dingin atau perayaan Tahun Baru Korea (Seollal). Alat yang digunakan bernama jegi, yaitu sebuah bola kecil terbuat dari kain dan dilapisi foil atau kertas berwarna yang diberi bulu atau pita di bagian bawah. Tujuannya sederhana: menjaga jegi tetap di udara dengan menendangnya menggunakan kaki, tanpa membiarkannya jatuh ke tanah.
Permainan ini sangat mirip dengan “Menjaga Bulu Ayam” atau “Gasingan” yang sering dimainkan anak-anak Indonesia. Selain seru, Jegichagi juga bermanfaat untuk melatih keseimbangan, kelincahan, dan stamina. Kamu bisa memainkannya sendiri untuk mengisi waktu luang atau mengajak teman untuk berlomba siapa yang bisa menendang jegi paling lama. Jika sulit menemukan jegi asli, kamu bisa membuatnya sendiri dengan bahan-bahan sederhana seperti kantong plastik berisi pasir atau kertas yang dilipat dan diberi bulu ayam.
Ojingeo Game, atau yang kini lebih dikenal sebagai “Squid Game” berkat serial Netflix, sebenarnya adalah permainan tradisional anak-anak Korea dari era 1970–1980an. Permainan ini dimainkan oleh dua tim: tim penyerang dan tim bertahan. Tim penyerang harus melewati garis pertahanan yang digambar di tanah (biasanya berbentuk cumi-cumi) dan menginjak “kepala cumi-cumi” di ujung lapangan, sementara tim bertahan berusaha menghalangi mereka dengan mendorong atau menangkap pemain lawan.
Konsepnya sangat mirip dengan “Gobak Sodor” atau “Galah Asin” di Indonesia, di mana strategi, kecepatan, dan kerja sama tim menjadi kunci kemenangan. Permainan ini tidak hanya seru, tetapi juga melatih kemampuan berpikir taktis, komunikasi, dan kebugaran fisik. Kamu bisa memainkannya di lapangan terbuka dengan menggunakan kapur atau batu untuk menggambar area permainan. Yang pasti, energi dan semangat kompetisi akan membuat semua pemain lupa waktu!
Yeonnalligi adalah tradisi menerbangkan layang-layang yang sudah ada sejak zaman dinasti Korea kuno. Layang-layang Korea memiliki bentuk khas, yaitu persegi panjang dengan bingkai bambu dan kertas berwarna cerah. Permainan ini biasanya dilakukan saat Seollal (Tahun Baru Korea) atau festival musim semi, di mana langit dipenuhi dengan layang-layang beraneka warna yang terbang tinggi.
Meskipun mirip dengan layang-layang yang kita kenal di Indonesia, Yeonnalligi memiliki teknik penerbangan dan desain yang unik. Layang-layang Korea sering dilengkapi dengan pyeongyeonji (peluit kecil) yang menghasilkan suara merdu saat tertiup angin, menambah nuansa magis dalam permainan. Selain sebagai hiburan, menerbangkan layang-layang juga melambangkan harapan dan doa untuk keberuntungan di tahun baru. Kamu bisa mencoba membuat layang-layang sendiri dengan bahan-bahan sederhana atau membeli yang sudah jadi untuk merasakan pengalaman budaya yang otentik.
Permainan tradisional seperti yang disebutkan di atas bukan hanya sekadar hiburan semata. Bagi anak-anak, permainan ini membantu mengembangkan motorik kasar dan halus, keterampilan sosial, serta kreativitas. Mereka belajar bekerja sama, bersaing dengan sehat, dan menghargai aturan permainan. Sementara bagi orang dewasa, bermain game klasik seperti ini bisa menjadi terapi nostalgia yang menyenangkan, sekaligus sarana untuk melepas penat dari rutinitas sehari-hari.
Selain itu, permainan tradisional juga mengajarkan nilai-nilai budaya yang penting, seperti kesabaran, sportivitas, dan rasa kebersamaan. Di era digital seperti sekarang, mengenal dan memainkan permainan-permainan ini bisa menjadi cara yang menyenangkan untuk mengurangi waktu layar (screen time) dan meningkatkan interaksi langsung antarindividu. Jadi, mengapa tidak mencoba mengajak teman atau keluarga untuk bermain salah satu dari lima permainan Korea ini di akhir pekan?
Jika kamu merasa tertarik dengan permainan tradisional Korea dan ingin menjelajahi budaya mereka lebih jauh, mempelajari bahasa Korea bisa menjadi langkah awal yang tepat. Dengan menguasai bahasa, kamu tidak hanya bisa memahami aturan permainan secara langsung dari sumber aslinya, tetapi juga membuka peluang untuk menikmati konten budaya Korea—seperti drama, musik, dan literatur—tanpa hambatan bahasa.
Di Tugasin.me, kami tidak hanya membantu kamu dengan tugas atau skripsi, tetapi juga menyediakan sumber daya untuk belajar bahasa asing, termasuk bahasa Korea. Dengan bimbingan yang tepat, kamu bisa mempelajari kosakata sehari-hari, tata bahasa, hingga budaya Korea secara menyeluruh. Jadi, tunggu apa lagi? Mulailah petualangan belajarmu sekarang dan rasakan sendiri keindahan budaya Korea melalui bahasa dan permainannya!
Beberapa permainan tradisional Korea yang masih dimainkan hingga saat ini antara lain Mugunghwa Kocchi Pieosseumnida, Gonggi, Jegichagi, Ojingeo Game, dan Yeonnalligi. Permainan-permainan ini sering muncul dalam acara-acara sekolah, festival budaya, atau bahkan dalam konten hiburan modern seperti drama dan varietas show.
Mugunghwa dan Jegichagi, misalnya, sangat populer selama liburan sekolah atau perayaan Seollal (Tahun Baru Korea). Sementara Ojingeo Game mengalami kebangkitan popularitas berkat serial Squid Game, yang membuat banyak orang di seluruh dunia penasaran dengan permainan aslinya.
Jika dilihat dari konsep dan cara bermain, Mugunghwa Kocchi Pieosseumnida sangat mirip dengan “Patung-patungan” atau “Asyik” di Indonesia. Kedua permainan ini sama-sama mengandalkan kecepatan refleks dan kemampuan untuk berdiri diam. Sementara Jegichagi memiliki kesamaan dengan “Menjaga Bulu Ayam,” di mana pemain harus menjaga benda tetap di udara.
Ojingeo Game juga memiliki kemiripan yang kuat dengan “Gobak Sodor” atau “Galasin” di Indonesia, di mana kedua permainan ini melibatkan strategi tim, kecepatan, dan area permainan yang digambar di tanah. Perbedaannya mungkin hanya pada bentuk area permainan dan beberapa aturan tambahan.
Selain permainan anak-anak, Korea Selatan juga memiliki beberapa olahraga tradisional yang masih dilestarikan hingga sekarang. Salah satunya adalah Ssireum, yaitu gulat tradisional Korea yang dimainkan dengan menggunakan sabuk khas (satba). Olahraga ini sering ditampilkan dalam festival atau acara-acara besar sebagai bagian dari warisan budaya.
Ada juga Taekkyeon, seni bela diri tradisional Korea yang lebih menekankan pada gerakan elegan dan teknik kaki. Kedua olahraga ini tidak hanya menjadi bagian dari kompetisi, tetapi juga diajarkan sebagai cara untuk melestarikan budaya dan menjaga kesehatan fisik.
Menjelajahi permainan tradisional Korea tidak hanya memberikan hiburan, tetapi juga membuka jendela untuk memahami nilai-nilai dan kebiasaan masyarakat mereka. Dengan kemiripannya yang menarik dengan permainan Indonesia, kamu bisa merasakan nostalgia sekaligus belajar hal-hal baru. Jadi, mana permainan yang paling ingin kamu coba? Atau mungkin kamu memiliki pengalaman seru saat memainkannya? Bagikan ceritamu dan jangan lupa untuk terus eksplorasi budaya menarik lainnya!
Jika kamu membutuhkan bantuan untuk tugas, penelitian, atau bahkan skripsi tentang budaya Korea atau topik lainnya, Tugasin.me siap membantu dengan layanan profesional dan terpercaya. Hubungi kami sekarang dan dapatkan solusi terbaik untuk kebutuhan akademismu!
Tim ahli kami siap membantu Anda menyelesaikan tugas akademik dengan kualitas terbaik. Dapatkan bantuan profesional untuk skripsi, tesis, dan berbagai jenis tugas kuliah.
Konsultasi Gratis Sekarang