Imlek bukan sekadar perayaan tahun baru bagi masyarakat Tionghoa, melainkan momen sakral yang dipenuhi harapan akan keberuntungan, kesehatan, dan kebahagiaan sepanjang tahun. Setiap tradisi yang dilakukan—mulai dari penyajian makanan hingga pemilihan warna pakaian—memiliki makna mendalam yang diwariskan turun-temurun. Namun, tahukah kamu bahwa ada sejumlah pantangan saat Imlek yang dianggap bisa mengganggu aliran keberuntungan? Pantangan-pantangan ini bukan sekadar mitos, melainkan bagian dari filosofi hidup yang mengajarkan keselarasan dengan alam dan energi positif.
Meskipun tidak semua orang Tionghoa modern menerapkan pantangan ini dengan ketat, banyak keluarga masih menjaganya sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Misalnya, menghindari penggunaan benda tajam atau menyapu rumah di hari pertama Imlek bukan tanpa alasan—setiap larangan memiliki simbolisme yang kuat terkait dengan rezeki, kesehatan, dan hubungan sosial. Dalam artikel ini, kami akan mengupas 5 pantangan utama saat Imlek beserta penjelasan detail mengapa kebiasaan ini dianggap bisa merusak keberuntungan. Simak sampai akhir agar kamu bisa merayakan Imlek dengan penuh khidmat dan menghindari hal-hal yang dianggap kurang baik!
Memecahkan benda kaca—seperti gelas, piring, atau cermin—adalah salah satu pantangan terbesar selama Imlek. Dalam tradisi Tionghoa, kaca yang pecah melambangkan keberuntungan yang terbelah atau hilang. Hal ini berkaitan dengan keyakinan bahwa energi positif (qi) yang seharusnya mengalir lancar di awal tahun akan terganggu oleh suara pecahan kaca yang dianggap membawa kesialan. Misalnya, jika seseorang tidak sengaja menjatuhkan piring saat makan bersama keluarga, beberapa orang akan segera membungkus pecahannya dengan kertas merah (warna keberuntungan) dan membuangnya di luar rumah untuk "mengusir" efek negatifnya.
Lebih dalam lagi, pecahan kaca yang berserakan di lantai dianggap sebagai pertanda konflik atau perpecahan dalam keluarga. Dalam budaya Tionghoa, harmoni keluarga adalah fondasi utama keberuntungan, sehingga segala sesuatu yang bisa mengancam kesatuan—termasuk benda pecah—dihindari. Beberapa keluarga bahkan mengganti semua peralatan makan dari kaca dengan yang terbuat dari melamin atau keramik selama perayaan. Jika terpaksa harus menggunakan benda kaca, pastikan untuk menanganinya dengan hati-hati dan menghindari aktivitas yang berisiko, seperti bermain anak-anak di dekat meja kaca.
Warna memainkan peran penting dalam tradisi Imlek, dan warna gelap—terutama hitam dan putih—adalah pantangan utama. Dalam budaya Tionghoa, hitam dan putih identik dengan berkabung dan kematian, sehingga memakainya selama Imlek dianggap membawa energi negatif. Warna-warna ini dihindari karena bisa menarik kesialan, seperti penyakit atau kehilangan. Sebaliknya, warna merah, emas, dan kuning menjadi pilihan utama karena melambangkan kebahagiaan, kekayaan, dan keberuntungan. Banyak keluarga bahkan membeli pakaian baru berwarna cerah khusus untuk Imlek sebagai simbol awal yang segar.
Pantangan ini tidak hanya berlaku untuk pakaian, tetapi juga aksesoris seperti dasi, sepatu, atau tas. Misalnya, memakai sepatu hitam saat kunjungan silaturahmi bisa dianggap tidak sopan karena memberikan kesan "membawa duka" ke rumah orang lain. Beberapa orang Tionghoa percaya bahwa memakai warna gelap di hari pertama Imlek bisa memengaruhi nasib finansial sepanjang tahun, karena warna hitam dikaitkan dengan "kegelapan" atau kemunduran. Untuk menghindari kesalahpahaman, pilihlah warna-warna terang seperti merah (untuk keberanian), hijau (untuk harmoni), atau emas (untuk kekayaan). Jika terpaksa harus mengenakan warna netral, padukan dengan aksesori berwarna cerah untuk menyeimbangkan energi.
Penggunaan benda tajam seperti pisau, gunting, atau parang sangat dibatasi selama Imlek, terutama pada hari pertama. Dalam filosofi Tionghoa, benda tajam melambangkan "pemotongan" keberuntungan atau hubungan. Misalnya, memotong makanan dengan pisau di meja makan dianggap bisa "memotong" rezeki keluarga. Oleh karena itu, banyak hidangan Imlek disajikan dalam bentuk utuh, seperti ikan (melambangkan kelimpahan) atau ayam utuh (simbol kesatuan keluarga). Bahkan dalam memasak, beberapa keluarga menghindari penggunaan pisau dan lebih memilih merebus atau mengukus bahan makanan.
Pantangan ini juga berlaku untuk aktivitas sehari-hari, seperti memotong kuku atau rambut. Memotong kuku di hari Imlek dianggap sebagai tindakan "membuang bagian dari diri," yang simbolisnya sama dengan membuang keberuntungan. Demikian pula, mencukur atau memotong rambut diharapkan dihindari karena rambut dianggap sebagai bagian dari "energi vital" seseorang. Beberapa orang percaya bahwa melanggar pantangan ini bisa menyebabkan kehilangan peluang finansial atau masalah kesehatan. Jika harus menggunakan benda tajam, lakukan dengan hati-hati dan hindari mengarahkan mata pisau ke orang lain, karena hal itu dianggap sebagai ancaman simbolis terhadap harmoni.
Membersihkan rumah sebelum Imlek adalah tradisi wajib, tetapi menyapu atau membuang sampah pada hari pertama Imlek adalah pantangan besar. Hal ini berkaitan dengan keyakinan bahwa menyapu bisa "membuang keberuntungan" yang baru saja datang. Dalam tradisi Tionghoa, Cai Shen (Dewa Rezeki) dipercaya berkunjung ke setiap rumah pada hari Imlek, dan menyapu lantai dianggap sebagai tindakan "mengusir"nya. Beberapa keluarga bahkan menaburkan koin atau permen di sudut rumah sebagai simbol "menahan" rezeki agar tidak pergi. Jika harus membersihkan, gunakan sapu baru dan sapulah ke dalam rumah (bukan ke luar) untuk "mengumpulkan" keberuntungan.
Pantangan ini juga mencakup membuang sampah atau air kotor. Air yang dibuang pada hari Imlek dianggap membawa serta keberuntungan, sehingga beberapa keluarga menunggu hingga hari ketiga atau keempat untuk melakukan pembersihan besar-besaran. Jika terpaksa harus membuang sampah, lakukan dengan diam-diam dan hindari menggunakan kantong plastik hitam (yang melambangkan kesialan). Sebagai gantinya, gunakan kantong merah atau kuning. Beberapa orang juga menyarankan untuk menyimpan sampah di dalam rumah hingga perayaan berakhir, meskipun hal ini jarang dilakukan di era modern. Intinya, hindari segala aktivitas yang bisa diartikan sebagai "membuang" sesuatu dari rumah pada hari pertama Imlek.
Memotong kuku atau rambut selama Imlek dianggap sebagai tindakan yang bisa "memotong" nasib baik. Dalam budaya Tionghoa, kuku dan rambut dianggap sebagai bagian dari "takdir" seseorang. Memotongnya di awal tahun dipercaya bisa mengurangi keberuntungan, kesehatan, atau bahkan umur panjang. Beberapa orang tua bahkan melarang anak-anak mereka memotong kuku selama sebulan penuh setelah Imlek untuk memastikan energi positif tetap utuh. Jika kuku sudah terlalu panjang dan mengganggu, beberapa keluarga memilih untuk memotongnya secara simbolis dengan gunting tumpul atau mengikisnya pelan-pelan.
Pantangan ini juga terkait dengan konsep "menyempurnakan diri" sebelum menyambut tahun baru. Sebelum Imlek, banyak orang melakukan perawatan diri, seperti memotong rambut, membersihkan kuku, dan mandi dengan air yang dicampur daun jeruk (untuk mengusir energi negatif). Setelah Imlek tiba, tubuh dianggap sudah "siap" dan tidak boleh lagi "dirusak" dengan pemotongan. Beberapa orang percaya bahwa melanggar pantangan ini bisa menyebabkan masalah keuangan atau kesulitan dalam pekerjaan. Jika kamu terpaksa harus memotong kuku karena alasan kesehatan, lakukan dengan hati-hati dan hindari membuang potongannya sembarangan—simpan dalam kantong merah atau bakar sebagai simbol "mengembalikan" energi ke alam.
Pantangan-pantangan selama Imlek memang sarat dengan makna simbolis, tetapi penerapannya bisa disesuaikan dengan keyakinan dan gaya hidup masing-masing. Bagi mereka yang masih menjunjung tinggi tradisi, menghindari kebiasaan ini adalah bentuk penghormatan terhadap leluhur dan upaya menjaga harmoni. Namun, di era modern, banyak orang Tionghoa yang lebih fleksibel—misalnya, mereka mungkin masih menyapu rumah jika benar-benar diperlukan, tetapi tetap menghindari membuang sampah ke luar pada hari pertama.
Yang terpenting adalah niat dan kesadaran dalam merayakan Imlek. Jika kamu ingin merasakan energi positif perayaan ini, cobalah untuk menerapkan pantangan-pantangan di atas sekadar sebagai pengingat untuk lebih berhati-hati dan mensyukuri berkah. Bagi yang tertarik mendalami budaya Tionghoa lebih jauh—mulai dari filosofi di balik tradisi hingga bahasa Mandarin—kami di Tugasin.me siap membantu! Kami menyediakan layanan pembuatan tugas, penulisan skripsi, atau bahkan penelitian tentang budaya dan sejarah Tionghoa dengan sumber terpercaya. Jangan ragu untuk hubungi kami jika kamu membutuhkan bantuan akademis atau ingin eksplorasi lebih dalam tentang topik menarik ini!
Tim ahli kami siap membantu Anda menyelesaikan tugas akademik dengan kualitas terbaik. Dapatkan bantuan profesional untuk skripsi, tesis, dan berbagai jenis tugas kuliah.
Konsultasi Gratis Sekarang